Jumat, 17 Oktober 2008

That's Our Home

Jam 10:35:58 kutulis post ini.

Ditemani suara detik jam dinding serta suara cecak di belakang lemari. Jari gw pun menari layaknya Cinderella di keyboard. Jariku beku karena desiran angin AC Thosiba. Pantatku sedikit kram karena kelamaan duduk.Dan dengan sedikit menahan kencing kuhiasi si PolarBeer dengan cerita-cerita dari negeri antah berantah.

Duh kepengen nulis post yang Mellow Goeslow malah jadi kaya gitu T_T
Ternyata gw emank gak bakat buat yang Mellow-Mellow-Kucink . . . .

Kembali ke tipe post gw yang rada cablak kaya Labia Minora (cari artinya di Wikipedia)

Post kali ini gw tidak menceritakan penderitaan gw di kehidupan fana ini, kali ini gw ingin berbagi kasih/kisah mengenai sebuah film, yaitu film "Inconvenient Truth"

Film tentang Global Warming yang sebenernya udah gw tonton bareng-bareng di Sekolah. Yang kemudian gw tonton lagi di HBO pada tanggal XX bulan XX tahun 08.

Waktu gw tonton bareng temen-temen ( The Lovely XC ) ternyata gw melewatkan banyak hal penting dari film tersebut, soalnya gw nontonnya sambil cekakak cekikik, ketutupan pala orang dan ditambah kesemutan. Jadi 100% gak konsen. Yang gw tangkep cuman si Al Gore ngomongin temennya yang dulu bilang bahwa benua Afrika dan America pernah bersatu. Sehabis itu gw otak gw melalang buana bersama cecunguk-cecunguk di XC yang bawel banget.

Dulu gw pernah Ekskul Journalist, waktu kelas 2 SMP (klo gak salah)
Namanya gurunya Bu Effy (klo gak salah juga . . .)
Guru tersebut bener-bener naas nasibnya, soalnya kelas yang diajarnya bener-bener rusak, jeroan babi aja lebih teratur. Hal itu dikarenakan isinya ada Marco dan Johan.

Kedua bibit Armageddon dari Bintaro tersebut klo disatuin umpama menyatukan Babon keselek doping dan Bekantan overdosis viagra di satu kandang sempit. Alhasil kelasnya sulit dibedakan dengan rujak tumpah. Tiap gurunya ngomonk gak pernah ada yang dengerin. Bahkan (kayaknya . . .) gurunya pernah beberapa kali menangis, karena mengajar 2 titisan Lucifer tersebut.

Suatu ketika, kelas Journalist disuruh menggambarkan mengenai lingkungan sekolah. Maka gw dan anak-anak lain pun mulai melakukan tugas tersebut di depan taman TB/TK. Ketika sudah selesai, hasil mahakarya kami pun dibaca oleh beliau dan kemudian diberi pendapat dan masukan-masukan.

Anak-anak lain diberi pendapat seperti "pilihan katanya bagus", "pen-deskripsi-an nya bagus dan detail" dan lain-lainnya.

Ketika dy baca punya gw pendapatnya aneh sendiri, dy bilang "Hemm, bagus, tulisannya dari awal sampai akhir mengalir . . ." Beuh, emangnya tinta gw bocor sampe ngalir?? Kok dibilang bagus ??

Ternyata maksudnya adalah tulisan gw mampu menghanyutkan orang yang membaca, Emangnya gw banjir . . . ???

Apapun maksudnya yang penting komentar dy positip mengenai hasil tulisan gw yang gw buat ogah-ogahan tersebut.

Apa hubungannya dengan film "Inconvenient Truth (IT)" ?? Hubungannya yaitu gw merasakan hal yang sama seperti yang komentar beliau ketika menonton film IT.

Dari awal sampe akhir perhatian gw trus berenang-renang di dalam pembicaraan Al Gore yang menurut gw sangat perfect dalam membawakan presentasinya. Memang seh dy sudah presentasi hal yang sama puluhan kali, tapi tetep aja hal itu patut diacungi jempol. Benar-benar tidak ada rasa bosan, ngantuk, dan lelah ketika nonton IT.

Presentasinya dari santai, bisa berubah menjadi serius dan kritis tanpa kita sadari. Diselingi humor cerdas dan puluhan fakta mengenai global warming tanpa membuat kita merasa lelah.

"Plan of God just like a ocean, you can see it's beginning, buat you can't see it's ending", kata-kata ini sudah terbukti.

Klo waktu itu Al Gore terpilih menjadi presiden, maka film IT tidak pernah akan terbuat dan mungkin yang muncul adalah film perang "US versus Iraq" disutradarai oleh George Bush.

Dari semua presentasi Al Gore, ada satu sesi yang bener-bener membuka mata gw mengenai arti kehidupan (menurut gw loo . . .)
Sesi itu bener-bener membuat gw terharu dan otak gw merasakan suatu sensasi yang gak pernah gw rasakan selama ini.

Sesi itu adalah ketika Al Gore menunjukan permukaan bumi yang dipotret oleh astronot. Terlihat bola besar berwarna biru, terlihat awan-awan yang abstrak menyelimutinya, dan dataran hijau cokelat dikelilingi lautan biru. Itulah bumi kita, dengan segala keindahannya kita hidup didalamnya. Dari segala kebesarannya kita hidup-makan-berak didalamnya. Dan gw merasa betapa berkuasanya manusia atas kondisi bola biru tersebut.

Kemudian astronotpun melanjutkan perjalannya lagi, hingga ribuan tahun cahaya (klo gak salah). Dan salah seorang astronot berkata "Coba kita potret lagi Bumi dari sini . . ."

Apa yang mereka potret?? Yang terlihat hanya sebuah titik yang sangat kecil berwarna biru. Dikelilingi warna hitam pekat Bima Sakti dengan campuran warna ungu-merah-jingga luar angkasa yang mencekam. Di tengah luar angkasa yang dingin dan kelam tersebut terdapat satu titik biru yang pasti kita kenali.

Al Gore (di translate dengan beberapa improvisasi) :
"Itulah bumi, dimana semua perang terjadi , dimana semua krisis terjadi, dimana semua paceklik terjadi. Itulah kita, tempat kita tinggal, THAT'S OUR HOME, yang sekarang sedang rusak dan mati . . . "



Kata-kata Al Gore yang singkat dan pelan itu begitu bermakna buat gw, hati gw langsung miris, menyadari betapa benarnya kata-kata itu. Gw langsung speechless, dan butuh waktu rada lama buat mencerna kata-kata indah itu.

Betapa kecilnya kita, diantara triliunan bintang dan planet, ada satu titik biru yang menjadi sumber kehidupan, yaitu Bumi, satu-satunya rumah kita, satu-satunya tempat kita bergantung, satu-satunya tempat dimana semua kehidupan bermula . . .
tempat dimana kita hidup dan mati
tempat dimana kita mengenal kehidupan
tempat dimana kita mengenal cinta
tempat dimana kita mengenal persaudaraan
tempat dimana kita mengenal kebencian
tempat dimana kita penderitaan
tempat dimana kita hidup dengan milyaran orang lainnya
tempat dimana evolusi Darwin diciptakan
tempat dimana Newton membuat rumus gravitasi
tempat dimana Graham Bell membuat telepon
tempat dimana Edison membuat lampu
tempat dimana Einstein membuat E=MC kuadrat
tempat dimana terjadi perang Dunia ke-2
tempat dimana terjadi perang Vietnam
tempat dimana terjadi Holocaust
tempat dimana genocide Hutu-Tutsi
tempat dimana terjadi kerusuhan Mei '98
tempat dimana terjadi krisis ekonomi
tempat dimana Barrack Obama berkoar-koar di pemilunya
tempat dimana Shakespeare membuat Romeo & Juliet
tempat dimana Steven Spielberg membuat Jurassic Park
tempat dimana Michael Bay membuat The Island
tempat dimana Uwe Boll membuat Bloddy Rayne
tempat dimana Paris Hilton membuat One Night In Paris
tempat dimana Miyabi membuat banyak video tentang dirinya
tempat dimana Pamela dan Tommy Lee membuat film mereka sendiri
tempat dimana Desy Ratnasari menyanyikan Tenda Biru
tempat dimana Cinta Laura menyanyikan lagu You Say AQ
tempat dimana Nidji menyanyikan Laskar Pelangi
tempat dimana Julia Perez menyanyikan Belah Duren

Triliunan kisah dibuat oleh milyaran manusia di muka bumi ini. Tidak dapatkah milyaran manusia tersebut sekali saja memberikan perhatiannya kepada satu hal di antara triliunan hal lainnya, yaitu untuk menjaga "rumah" mereka sendiri ??

Tidak ada komentar: